Forum Bawaslu Soppeng Hasilkan Catatan Kritis untuk Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu
|
SOPPENG, 23/8/2025 – Kegiatan "Fasilitasi dan Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu di Kabupaten Soppeng" yang diselenggarakan oleh Bawaslu Soppeng ditutup dengan sesi forum diskusi yang mendalam. Bertempat di Triple 8 The Riverside Resort, Watansoppeng, pada Sabtu 23 Agustus 2025, sesi ini menjadi ajang refleksi tata kelola penyelenggaraan Pemilu, di mana berbagai pandangan kritis mengemuka terkait perlunya penguatan kelembagaan Bawaslu sebagai garda terdepan demokrasi yang berintegritas. Diskusi yang dipantik oleh pemaparan dari Akademisi dan Pakar Pemilu Universitas Hasanuddin, DR. Andi Lukman Irwan, S.IP., M.Si ini menyoroti bahwa esensi demokrasi tidak hanya terletak pada peserta atau penyelenggara, melainkan juga pada tatanan regulasi yang adil dan mendekati kesempurnaan.
Isu-Isu Strategis untuk Perbaikan Kelembagaan
Dalam pemaparan akademik ini, sejumlah isu strategis teridentifikasi sebagai area krusial yang memerlukan perbaikan untuk mewujudkan sistem pemilu yang lebih baik. Beberapa di antaranya adalah:
1. Proses Rekrutmen Penyelenggara yang Independen
Mengemuka usulan agar penunjukan anggota KPU dan Bawaslu idealnya dilakukan oleh sebuah lembaga independen yang dibentuk oleh presiden yang bebas dari intervensi. Langkah ini dinilai penting untuk memastikan penyelenggara pemilu benar-benar bebas dari afiliasi dan kepentingan sehingga objektifitasnya dapat terjaga.
2. Kemandirian Anggaran dari Pusat
Forum menyoroti pentingnya kemandirian anggaran dengan membentuk sistem penganggaran langsung oleh DPR, baik di tingkat pusat maupun daerah. Diusulkan untuk memasukkan norma baru dalam UU Pemilu/Pilkada bahwa anggaran Bawaslu (pusat hingga daerah) bersumber langsung dari APBN, bukan melalui eksekutif daerah, untuk memastikan alokasi dana pengawasan tidak bisa dipangkas.
3. Penguatan Kewenangan Bawaslu
Untuk menciptakan kepastian hukum yang lebih kuat, Bawaslu dinilai perlu mendapatkan penguatan kewenangan. Beberapa usulan konkret yang muncul adalah pemberian hak veto bagi Bawaslu dalam Sentra Gakkumdu, sehingga posisinya tidak hanya setara dengan kepolisian dan kejaksaan. Selain itu, ditekankan pula pentingnya kewenangan pemanggilan paksa terhadap pihak terlapor agar proses pengawasan berjalan lebih efektif.
Kesenjangan Kelembagaan, Pendidikan Politik, dan Tanggapan Stakeholder
Selain tiga isu utama, diskusi juga menyinggung adanya kesenjangan kelembagaan antara KPU yang beranggotakan lima orang di tingkat kabupaten/kota, sementara Bawaslu hanya tiga orang. Kondisi ini dinilai tidak seimbang dan menempatkan Bawaslu dalam posisi subordinat. Di sisi lain, pentingnya pendidikan politik yang berkesinambungan hingga ke tingkat kecamatan menjadi sorotan, sehingga permanenisasi kelembagaan Bawaslu di level kecamatan dinilai krusial.
Menanggapi pemaparan yang disampaikan, Kantor Kementerian Agama Kabupaten Soppeng melalui KM Ahmad Wardiman, S.Ag., M.Th.I, menyatakan bahwa struktur dan dukungan anggaran bagi lembaga penyelenggara memang sangat penting. Ia juga menyoroti keunikan netralitas ASN yang diharuskan netral namun tetap memiliki hak pilih, berbeda dengan TNI/Polri. Dukungan juga datang dari Tokoh Adat Soppeng, Andi Tantu Datu Galib, yang menyatakan bahwa penguatan kelembagaan ini harus didukung baik secara bottom-up maupun top-down, serta sumber daya Bawaslu mesti dikuatkan secara definitif.
Sekretaris Nahdlatul Ulama (NU) Soppeng, Muhammad Akbar A. Pase, S.Pd., M.M mengajak seluruh elemen untuk bersinergi. "Bagaimana kemudian hasil analisa dan curah pendapat ini dapat kita dorong bersama ke depan dengan dukungan Organisasi Kemasyarakatan dan Keagamaan bersama Bawaslu di semua tingkatan," ujarnya.
Secara keseluruhan, diskusi ini menghasilkan benang merah yang jelas: penguatan kelembagaan, kewenangan, dan kemandirian Bawaslu merupakan kunci untuk memastikan Pemilu yang adil, berintegritas, dan mampu menjadi fondasi demokrasi yang lebih matang di Indonesia.
Penulis dan Foto: Humas Bawaslu Soppeng
Editor: Humas Bawaslu Soppeng